Ada sebuah keluarga memiliki empat orang anak. Anak
pertama berinisial H, anak kedua berinisial W, anak ke tiga berinisial V, dan
anak ke empat berinisial S. Perbedaan umur antara anak pertama dan ke dua
adalah satu tahun, kemudian perdedaan umur anak ke dua dan ketiga sekitar dua
tahun, dan anak keempat perbedaan umurnya cukup jauh, sekitar tujuh tahun dari
anak ke tiga.
Ayah mereka berprofesi sebagai pemilik toko photo,
sedangkan Ibu sebagai ibu rumah tangga biasa. Terkadang untuk membantu ekonomi
keluarga Ibu juga sering berjualan makanan.
Karena perbedaan umur anak pertama dan kedua hanya satu tahun, maka
mereka di tempatkan di sekolah yang sama.
Anak pertama adalah orang yang perfeksionis. Ia selalu
menginginkan segalanya sempurna. Untuk hidupnya dan orang lain. Anak kedua,
adalah anak yang egois dan tidak mau mengalah. Ia selalu mengangap dunia ini
adalah persaingan. Seringkali H dan W bertengkar. Anak pertama atau H tidak senang
dengan hidup adiknya yang kotor dan tidak bersih, sedangkan anak kedua atau W
sangat membenci kakaknya karena selalu lebih berprestasi dari dirinya. Maka W
senang berkotor-kotoran atau tidak mandi saat pergi kesekolah. Hal ini sering
menyulut pertengkaran diantara mereka.
Anak ketiga atau V, menjadi anak yang susah di atur,
seringkali Ibunya sedih karena V tidak mendengarkan nasihat yang di berikan.
Menjadi anak yang memberontak dan sering ribut dengan kakak-kakaknya. H
menganggap V sebagai anak yang tidak bisa di atur dan W juga tidak peduli
dengan adiknya itu karena Ia menganggap V anak yang nakal dan jahat.
Saat kemuluh pertengkaran saudara yang memanas, lahir atau muncul
anak keempat. Awalnya ketiga saudara itu tidak merespon dengan positif. Namun
setelah anak keempat lahir, perhatian tertuju padanya. H sangat menjaga anak
keempat atau S, W juga menganggap adiknya begitu lucu, sedangakan V walau tidak
terlalu menunjukan rasa sayangnya, Ia begitu dekat dengan S saat beranjak
dewasa.
Di sekolah H menjadi murid yang terkenal pandai dan
ramah. Guru dan murid-murud disekolahnya sangat menyanjung H. W yag menjadi
adik kelas dan adik dari si H sangat kesal. Di sekolah W berusaha menjadi yang
terbaik dengan segala cara. Ia menjadi anak yang egois dan tidak begitu di
sukai teman-temannya. Seringkali W mendapat musuh dan tidak di sukai oleh murid
lain. Namun di mata para guru W adalah murid yang cukup pandai. Sedangkan V
anak ketiga sangat berlainan dengan kakak-kakaknya. Ia menjadi anak yang nakal
di sekolah, sering membolos, dan bergaul dengan anak-anak yang nakal. Anak keempat
tumbuh menjadi anak yang baik hati. Terkadang Ia sering menjadi penengah
diantara kakak-kakaknya. S selalu menjadi pendengar yang baik untuk W dan V,
dan menjadi adik kesayangan H. Namun pertentangan di antara ketiga saudara tetap
terjadi sampai dewasa.
Anak pertama,
mengambil jurusan kedokteran di Universitas Taruma negara. Karena H masuk
pergurungan tinggi, W terancam tidak di kuliahkan oleh ayahnya karena
keterbatasan biaya. W pun mencoba segala cara agar Ia bisa kuliah seperti
kakaknya. Ia akhirnya diterima di
Universitas Indonesia jurusan dokter gigi. Walau pun w tidak menyukai dokter
gigi namun Ia tetap menjalankannya agar orang tuanya setuju Ia berkuliah.
Anak ketiga, tidak memiliki kesempatan seperti
kakak-kakaknya. Sehingga setelah lulus, Ia langsung bekerja. Dengan predikat
yang Ia dapat semasa di sekolah dulu, anak ke tiga tidak mendapat pekerjaan
yang baik. Ia merasa tidak puas dan sering melampiaskan kekesalannya pada orang
tua. Ia merasa orang tuanya tidak adil.
H dan W sudah memperingatkan agar V lebih baik dan sopan
pada orang tua namun hal ini tidak di dengarkan V. Di masa ini S sering menjadi
tempat bercetita V. Namun orang tua mereka takut jika S akan bersikap sama
dengan V. Mereka cendering menjauhkan S dari V.
H yang simpatik dengan kesulitan orang tuanya, berupaya
dengan berbagai cara untuk merubah sikap V. Sampai pada suatu hari H menemui
seorang terapis yang mengajar di kampusnya. Ia meminta saraan dan pendapat
tentang masalah di keluarganya. Terapis akhirnya setuju untuk membantu keluarga
mereka.
Ia beberapa kali menginap dikediaman keluarga itu,
sebagai dosen serta teman dari H. Dan mengamati keluarga tersebut. Terapis
tersebut mencari saat yang tepat untuk mambantu keluarga tersebut dalam
menghadapi masalah mereka.
Pertama kali, terapi mengajak kedua orang tua mengikuti
seminar tentang orang tua dan anak. Dalam seminat kedua orang tua menyadari
prilaku mereka terhadap anak-anak mereka. Mereka merasa menyeseal telah
membeda-bedakan anak mereka sehingga sering terjadi persaingan. Mereka tidak
lagi menyalahkan anak ketiga atas apa yang pernah Ia lakukan. Orang tua
menyadari apa yang dilakukan anak ketiga sebagai cara Ia menarik perhatian dari orang-orang di
sekitarnya.
Sejak mengikuti seminar, kedua orang tua berinisiatif
dan lebih bersemangat merubah kondisi keluarga mereka. Kedua orang tua sering
mengajak anak-anak mereka ke gereja bersama-sama walau terkadang diantara H, W
dan V ada yang tidak ikut. Terkadang pula orang tua menajak anak-anak mereka
untuk menonton di bioskop atau jalan-jalan ke Mall.
Berkat adanya dukungan dan partisipasi orang tua, hubungan anak-anak
mulai terjalin. Orang tua terkadang sengaja memesan makanan yang sama untuk
anak-anaknya, sebagai simbol tidak ada yang di bedakan di antara mereka.
Suatu kali ada kesempatan yang baik. Sekolah S
mengadakan retret atau acara jalan-jalan rohani. Terapis meminta tolong pada
pihak panitia agar mau bekerja sama, sehingga anggota keluarga tersebut dapat
ikut semua dalam kegiatan acara sekolah mereka.
Awalnya H dan W tidak setuju dengan rencana retret
keluarga tersebut, dengan berbagai alasan Ia menolak, begitu pula H. Namun S
memohon dan akhirnya W setuju. Terapis menemui H dan membujuknya ikut acara
tersebut.
Retret
diadakan ditaman Safari. Mereka di haruskan menginap dia hari, tiga malam di sana.
Acara pertama adalah berjalan menelusuri hutan dengan bimbingan pemandu. Jalan
setapak cukup berat dilalui oleh orang tua. Sepanjang perjalanan mereka hanya
terdiam, sesekali mereka beristirahat karena kondisi orang tua yang tidak memungkinkan
untuk mereka berjalan cepat. Panitia memberitahu jika mereka sudah telat
mengikuti acara di kemah. Akhirnya mereka memecah kelompok menjadi dua bagian.
H, W, S dan pemandu lebih dahulu menuju tempat kemah. Kemudian V dan kedua
orang tua meneruskan perjalanan dengan santai menusuri jalan setapak.
Sebelumnya terapis sudah merencanakan
hal ini, agar orang tua dan V dapat memiliki waktu pribadi untuk menyelesaikan
masalah mereka. Cara ini digunakan agar V tidak dapat menghindar. Sepanjang
perjalanan menuju kemah, ayah ibu dan V berbincang-bincang, sampai akhirnya
mereka mendapat pemahaman dan ke cocokan. V merasa lebih dekat dengan orang
tuanya, bagitu juga orang tua V lebih mengerti apa yang di pikirkan dan di
rasan V selama ini.
Setelah sesampainya di kemah keluarga itu di
tempatkan pada kemah yang sama. Keuali S, karena dia harus mengikuti kegiatan
retret bersama teman-temannya.
Terapi telah bekerja sama dengan pihak
sekolah, untuk mengadakan permainan atau games. Dimana permainan tersebut
membutuhkan kerja sama dan kekompakan setiap anggotanya.
Dalam game ini orang tua tidak ikut
karena keterbatasan fisik, sehingga hanya H, W, V dan S yang ikut. Dalam satu
grup terdiri dari empat orang dan mereka tergabung menjadi satu kelompok.
Awalnya H dan S menolak, namun mereka di paksa
untuk ikut dalam games tersebut.
Pada games pertama, masing-masing anggota harus
menuliskan nama sertiap aggota kelompok dengan benar, dan masing-masing
diantara mereka harus menuliskan seperti apa diri mereka, misalnya sifat atau
perilaku. Kemudian kertas dilitap dan di acak bersama dengan kertas anggota
kelompok lain. Kemudian mereka di beri misi kelompok untuk menyelesaikan suatu
masalah.
Games berakhir sampai makan malam, mereka harus
bekerja sama agar dapat makan malam tepat waktu.
Karena lelah malam itu mereka semua
dapat tidur dengan nyenyak di satu tenda. Pagi-pagi mereka di bangunkan untuk
melakukan misa di gereja terdekat. Setelah Doa pagi mereka di ajak berolah
raga, dan setelah itu melanjutkan games kedua. Pada games yang kedua, mereka di
suruh menyelesaikan masalah, namun yang unik dari game ini mereka harus
berperan sebagai salah seorang anggota di kelompok mereka. Peran di bagikan
secara acak, H mendapat peran sebagai V, W mendapat peran sebagai H, V mendapat
peran sebagai S dan S mendapat peran
sebagai W.
Mereka harus mengikuti gaya,
gerak-gerik, perilaku, dan sikap sesuai yang sudah ditentukan. Permainan ini
cukup menarik bagi keempat saudara tersebut.
Sering kali mereka menertawai satu sama lain. Di akhir permainan, kertas
yang mereka tulis di bacakan dan didiskusikan. Masing-masing anggota
merenungkan dan membahas apa sikap yang mereka tulis benar.
Sorenya panitia mengadakan malam
perenungan yang di pempin oleh pendeta gereja. Mereka disuruh merenung pada apa
yang pernah mereka lakukan di dunia. Seberapa singkat hidup mereka, dan apa
yang akan mereka lakukan di masa depan. Setelah retret berakir hubungan
keluarga itu semakin baik. Mereka saling memiliki satu sama lain.
Analisis
Dari fenomena di atas dan dikaitkan
dengan terapi Adlerianmaka memiliki banyak kesamaan. Teori adlerian membahas
tentanghubungan persaudaraan
dan posisi kelahiran pada suatu keluarga memungkinan individu
untuk memiliki pengalaman tertentu.
Menurut Adler anak tertua biasanya menirima perhatian paling banyak, dan selama ia menjadi anak satu-satunya, biasanya ia akan
dimanjakan dengan dijadikan sebagai pusat perhatian, kemudian saat saudaranya dilahirkan, Ia akan merasa kehilangan tempat yang ia
sukai dan akan cepat percaya kalau si pendatang baru (adik) akan mencuri kasih sayang yang terbiasa Ia terima.
Anak keduasejak dilahirkan ia harus berbagi perhatian bersama anak lain.
Biasanya anak kedua bersikap seakan-akan ia berada dalam sebuah perlombaan
dimana ia dilatih untuk mengalahkan kakaknya. Persaingan ini
biasanya mempengaruhi kehidupan mereka dimasa depan. Jika satu berbakat disatu
area, yang satu lagi akan mengembangkan kemampuan di area yang berbeda.
Biasanya kepribadian anak kedua sangat bertentangan dengan anak pertama. Namun dalam fenomena ini walau anak pertama dan
kedua memiliki minat yang berbeda, namun karena persaingan yang di rasakan anak
ke dua sehingga Ia memaksakan diri untuk satu profesi dengan anak pertama.
Anak tengah biasanya akan
merasa terhimpit. Anak ini mungkin akan meyakini ketidakadilan hidup dan akan
merasa dicurangi. Anak ini mungkin akan mengasihani dirinya sendiri dan akan
menjadi anak yang bermasalah. Jika terdapat empat anak pada satu keluarga, anak
kedua sering merasa seperti anak tengah dan anak ketiga akan berkepribadian
lebih santai, lebih sosial, dan mungkin akan mengambil sisi anak pertama. Dalam hal ini anak ketiga lebih merasa sepeti
anak tengah yang harus bersaing lebih keras untuk mendapat perhatian orang
tuanya. Dengan prestasi yang di dapat kakak-kakaknya Ia merasa minder dan tidak
bisa bersaing, karena itu Ia lebih cenderung memberontak.
Anak termuda akan selalu
menjadi ’bayi’ dalam keluarga, sehingga biasanya lebih dimanjakan. Ia memiliki peranan
sendiri dalam keluarga karena saudara-saudaranya telah mendahuluinya. Mereka
mungkin akan berkembang dengan cara yan berbeda dari yang lain. Yang terbukti S menjadi anak yang paling di
sayang dalam keluarga, paling jarang terlibat pertengkaran dan cenderung
menjadi pusat perhatian termasuk oleh para kakaknya.
Dalam fenomena ini juga disebutkan salah satu
acara retret adalah games tentang pemahaman diri. Tujuan dari game ini adalah
agar pesertanya dapat memahami dirinya sendiri dan pandangan orang lain
terhadap dirinya. Disini peserta dapat merenungkan kembali seperti apa dirinya.
Dan mebuat peserta melakukan apa yang terbaik untuk dirinya.
Pada malam ke dua semua peserta diminta mengikuti
malam renungan, merenungkan
0 celoteh:
Posting Komentar