Sabtu, 14 April 2012

Fenomena atau kasus Adlerian




Ada sebuah keluarga memiliki empat orang anak. Anak pertama berinisial H, anak kedua berinisial W, anak ke tiga berinisial V, dan anak ke empat berinisial S. Perbedaan umur antara anak pertama dan ke dua adalah satu tahun, kemudian perdedaan umur anak ke dua dan ketiga sekitar dua tahun, dan anak keempat perbedaan umurnya cukup jauh, sekitar tujuh tahun dari anak ke tiga.
Ayah mereka berprofesi sebagai pemilik toko photo, sedangkan Ibu sebagai ibu rumah tangga biasa. Terkadang untuk membantu ekonomi keluarga Ibu juga sering berjualan makanan.
Karena perbedaan umur anak pertama dan kedua hanya satu tahun, maka mereka di tempatkan di sekolah yang sama.
Anak pertama adalah orang yang perfeksionis. Ia selalu menginginkan segalanya sempurna. Untuk hidupnya dan orang lain. Anak kedua, adalah anak yang egois dan tidak mau mengalah. Ia selalu mengangap dunia ini adalah persaingan. Seringkali H dan W bertengkar. Anak pertama atau H tidak senang dengan hidup adiknya yang kotor dan tidak bersih, sedangkan anak kedua atau W sangat membenci kakaknya karena selalu lebih berprestasi dari dirinya. Maka W senang berkotor-kotoran atau tidak mandi saat pergi kesekolah. Hal ini sering menyulut pertengkaran diantara mereka.
Anak ketiga atau V, menjadi anak yang susah di atur, seringkali Ibunya sedih karena V tidak mendengarkan nasihat yang di berikan. Menjadi anak yang memberontak dan sering ribut dengan kakak-kakaknya. H menganggap V sebagai anak yang tidak bisa di atur dan W juga tidak peduli dengan adiknya itu karena Ia menganggap V anak yang nakal dan jahat.
Saat kemuluh pertengkaran saudara yang memanas, lahir atau muncul anak keempat. Awalnya ketiga saudara itu tidak merespon dengan positif. Namun setelah anak keempat lahir, perhatian tertuju padanya. H sangat menjaga anak keempat atau S, W juga menganggap adiknya begitu lucu, sedangakan V walau tidak terlalu menunjukan rasa sayangnya, Ia begitu dekat dengan S saat beranjak dewasa.
Di sekolah H menjadi murid yang terkenal pandai dan ramah. Guru dan murid-murud disekolahnya sangat menyanjung H. W yag menjadi adik kelas dan adik dari si H sangat kesal. Di sekolah W berusaha menjadi yang terbaik dengan segala cara. Ia menjadi anak yang egois dan tidak begitu di sukai teman-temannya. Seringkali W mendapat musuh dan tidak di sukai oleh murid lain. Namun di mata para guru W adalah murid yang cukup pandai. Sedangkan V anak ketiga sangat berlainan dengan kakak-kakaknya. Ia menjadi anak yang nakal di sekolah, sering membolos, dan bergaul dengan anak-anak yang nakal. Anak keempat tumbuh menjadi anak yang baik hati. Terkadang Ia sering menjadi penengah diantara kakak-kakaknya. S selalu menjadi pendengar yang baik untuk W dan V, dan menjadi adik kesayangan H. Namun pertentangan di antara ketiga saudara tetap terjadi sampai dewasa.
Anak pertama, mengambil jurusan kedokteran di Universitas Taruma negara. Karena H masuk pergurungan tinggi, W terancam tidak di kuliahkan oleh ayahnya karena keterbatasan biaya. W pun mencoba segala cara agar Ia bisa kuliah seperti kakaknya.  Ia akhirnya diterima di Universitas Indonesia jurusan dokter gigi. Walau pun w tidak menyukai dokter gigi namun Ia tetap menjalankannya agar orang tuanya setuju Ia berkuliah.
Anak ketiga, tidak memiliki kesempatan seperti kakak-kakaknya. Sehingga setelah lulus, Ia langsung bekerja. Dengan predikat yang Ia dapat semasa di sekolah dulu, anak ke tiga tidak mendapat pekerjaan yang baik. Ia merasa tidak puas dan sering melampiaskan kekesalannya pada orang tua. Ia merasa orang tuanya tidak adil.
H dan W sudah memperingatkan agar V lebih baik dan sopan pada orang tua namun hal ini tidak di dengarkan V. Di masa ini S sering menjadi tempat bercetita V. Namun orang tua mereka takut jika S akan bersikap sama dengan V. Mereka cendering menjauhkan S dari V.
H yang simpatik dengan kesulitan orang tuanya, berupaya dengan berbagai cara untuk merubah sikap V. Sampai pada suatu hari H menemui seorang terapis yang mengajar di kampusnya. Ia meminta saraan dan pendapat tentang masalah di keluarganya. Terapis akhirnya setuju untuk membantu keluarga mereka.
Ia beberapa kali menginap dikediaman keluarga itu, sebagai dosen serta teman dari H. Dan mengamati keluarga tersebut. Terapis tersebut mencari saat yang tepat untuk mambantu keluarga tersebut dalam menghadapi masalah mereka.
Pertama kali, terapi mengajak kedua orang tua mengikuti seminar tentang orang tua dan anak. Dalam seminat kedua orang tua menyadari prilaku mereka terhadap anak-anak mereka. Mereka merasa menyeseal telah membeda-bedakan anak mereka sehingga sering terjadi persaingan. Mereka tidak lagi menyalahkan anak ketiga atas apa yang pernah Ia lakukan. Orang tua menyadari apa yang dilakukan anak ketiga sebagai cara Ia menarik perhatian dari orang-orang di sekitarnya.
Sejak mengikuti seminar, kedua orang tua berinisiatif dan lebih bersemangat merubah kondisi keluarga mereka. Kedua orang tua sering mengajak anak-anak mereka ke gereja bersama-sama walau terkadang diantara H, W dan V ada yang tidak ikut. Terkadang pula orang tua menajak anak-anak mereka untuk menonton di bioskop atau jalan-jalan ke Mall.
Berkat adanya dukungan dan partisipasi orang tua, hubungan anak-anak mulai terjalin. Orang tua terkadang sengaja memesan makanan yang sama untuk anak-anaknya, sebagai simbol tidak ada yang di bedakan di antara mereka.
Suatu kali ada kesempatan yang baik. Sekolah S mengadakan retret atau acara jalan-jalan rohani. Terapis meminta tolong pada pihak panitia agar mau bekerja sama, sehingga anggota keluarga tersebut dapat ikut semua dalam kegiatan acara sekolah mereka.
Awalnya H dan W tidak setuju dengan rencana retret keluarga tersebut, dengan berbagai alasan Ia menolak, begitu pula H. Namun S memohon dan akhirnya W setuju. Terapis menemui H dan membujuknya ikut acara tersebut.
Retret diadakan ditaman Safari. Mereka di haruskan menginap dia hari, tiga malam di sana. Acara pertama adalah berjalan menelusuri hutan dengan bimbingan pemandu. Jalan setapak cukup berat dilalui oleh orang tua. Sepanjang perjalanan mereka hanya terdiam, sesekali mereka beristirahat karena kondisi orang tua yang tidak memungkinkan untuk mereka berjalan cepat. Panitia memberitahu jika mereka sudah telat mengikuti acara di kemah. Akhirnya mereka memecah kelompok menjadi dua bagian. H, W, S dan pemandu lebih dahulu menuju tempat kemah. Kemudian V dan kedua orang tua meneruskan perjalanan dengan santai menusuri jalan setapak.
Sebelumnya terapis sudah merencanakan hal ini, agar orang tua dan V dapat memiliki waktu pribadi untuk menyelesaikan masalah mereka. Cara ini digunakan agar V tidak dapat menghindar. Sepanjang perjalanan menuju kemah, ayah ibu dan V berbincang-bincang, sampai akhirnya mereka mendapat pemahaman dan ke cocokan. V merasa lebih dekat dengan orang tuanya, bagitu juga orang tua V lebih mengerti apa yang di pikirkan dan di rasan V selama ini.
Setelah sesampainya di kemah keluarga itu di tempatkan pada kemah yang sama. Keuali S, karena dia harus mengikuti kegiatan retret bersama teman-temannya.
Terapi telah bekerja sama dengan pihak sekolah, untuk mengadakan permainan atau games. Dimana permainan tersebut membutuhkan kerja sama dan kekompakan setiap anggotanya.
Dalam game ini orang tua tidak ikut karena keterbatasan fisik, sehingga hanya H, W, V dan S yang ikut. Dalam satu grup terdiri dari empat orang dan mereka tergabung menjadi satu kelompok. Awalnya H dan S menolak, namun mereka di paksa  untuk ikut dalam games tersebut.
Pada games pertama, masing-masing anggota harus menuliskan nama sertiap aggota kelompok dengan benar, dan masing-masing diantara mereka harus menuliskan seperti apa diri mereka, misalnya sifat atau perilaku. Kemudian kertas dilitap dan di acak bersama dengan kertas anggota kelompok lain. Kemudian mereka di beri misi kelompok untuk menyelesaikan suatu masalah.
Games berakhir sampai makan malam, mereka harus bekerja sama agar dapat makan malam tepat waktu.
Karena lelah malam itu mereka semua dapat tidur dengan nyenyak di satu tenda. Pagi-pagi mereka di bangunkan untuk melakukan misa di gereja terdekat. Setelah Doa pagi mereka di ajak berolah raga, dan setelah itu melanjutkan games kedua. Pada games yang kedua, mereka di suruh menyelesaikan masalah, namun yang unik dari game ini mereka harus berperan sebagai salah seorang anggota di kelompok mereka. Peran di bagikan secara acak, H mendapat peran sebagai V, W mendapat peran sebagai H, V mendapat peran sebagai  S dan S mendapat peran sebagai W.
Mereka harus mengikuti gaya, gerak-gerik, perilaku, dan sikap sesuai yang sudah ditentukan. Permainan ini cukup menarik bagi keempat saudara tersebut.  Sering kali mereka menertawai satu sama lain. Di akhir permainan, kertas yang mereka tulis di bacakan dan didiskusikan. Masing-masing anggota merenungkan dan membahas apa sikap yang mereka tulis benar.
Sorenya panitia mengadakan malam perenungan yang di pempin oleh pendeta gereja. Mereka disuruh merenung pada apa yang pernah mereka lakukan di dunia. Seberapa singkat hidup mereka, dan apa yang akan mereka lakukan di masa depan. Setelah retret berakir hubungan keluarga itu semakin baik. Mereka saling memiliki satu sama lain.

 Analisis
Dari fenomena di atas dan dikaitkan dengan terapi Adlerianmaka memiliki banyak kesamaan. Teori adlerian membahas tentanghubungan persaudaraan dan posisi kelahiran pada suatu keluarga memungkinan individu untuk memiliki pengalaman tertentu. Menurut Adler anak tertua biasanya menirima perhatian paling banyak, dan selama ia menjadi anak satu-satunya, biasanya ia akan dimanjakan dengan dijadikan sebagai pusat perhatian, kemudian saat saudaranya dilahirkan, Ia akan merasa kehilangan tempat yang ia sukai dan akan cepat percaya kalau si pendatang baru (adik) akan mencuri kasih sayang yang terbiasa Ia terima.
Anak keduasejak dilahirkan ia harus berbagi perhatian bersama anak lain. Biasanya anak kedua bersikap seakan-akan ia berada dalam sebuah perlombaan dimana ia dilatih untuk mengalahkan kakaknya. Persaingan ini biasanya mempengaruhi kehidupan mereka dimasa depan. Jika satu berbakat disatu area, yang satu lagi akan mengembangkan kemampuan di area yang berbeda. Biasanya kepribadian anak kedua sangat bertentangan dengan anak pertama. Namun dalam fenomena ini walau anak pertama dan kedua memiliki minat yang berbeda, namun karena persaingan yang di rasakan anak ke dua sehingga Ia memaksakan diri untuk satu profesi dengan anak pertama.
Anak tengah biasanya akan merasa terhimpit. Anak ini mungkin akan meyakini ketidakadilan hidup dan akan merasa dicurangi. Anak ini mungkin akan mengasihani dirinya sendiri dan akan menjadi anak yang bermasalah. Jika terdapat empat anak pada satu keluarga, anak kedua sering merasa seperti anak tengah dan anak ketiga akan berkepribadian lebih santai, lebih sosial, dan mungkin akan mengambil sisi anak pertama. Dalam hal ini anak ketiga lebih merasa sepeti anak tengah yang harus bersaing lebih keras untuk mendapat perhatian orang tuanya. Dengan prestasi yang di dapat kakak-kakaknya Ia merasa minder dan tidak bisa bersaing, karena itu Ia lebih cenderung memberontak.
Anak termuda akan selalu menjadi ’bayi’ dalam keluarga, sehingga biasanya lebih dimanjakan. Ia memiliki peranan sendiri dalam keluarga karena saudara-saudaranya telah mendahuluinya. Mereka mungkin akan berkembang dengan cara yan berbeda dari yang lain. Yang terbukti S menjadi anak yang paling di sayang dalam keluarga, paling jarang terlibat pertengkaran dan cenderung menjadi pusat perhatian termasuk oleh para kakaknya.

Dalam fenomena ini juga disebutkan salah satu acara retret adalah games tentang pemahaman diri. Tujuan dari game ini adalah agar pesertanya dapat memahami dirinya sendiri dan pandangan orang lain terhadap dirinya. Disini peserta dapat merenungkan kembali seperti apa dirinya. Dan mebuat peserta melakukan apa yang terbaik untuk dirinya.
Pada malam ke dua semua peserta diminta mengikuti malam renungan, merenungkan 

0 celoteh:

 
©Suzanne Woolcott sw3740 Tema diseñado por: compartidisimo