Rabu, 11 April 2018

Wanita memiliki prinsip dan hargadiri

"Harga diri? Emang harga lo berapa?"
Sekarang ini Wanita sering sekali dipandang rendah, Bukan hanya oleh Pria tapi oleh Wanita itu sendiri. Seolah memang sudah tidak ada lagi yang memandang derajat wanita itu tinggi.
Walaupun sejak dulu memang derajat wanita selalu dibawah Pria. Bukan berati wanita tidak punya hargadiri.

Ada istilah "Wanita dijajah Pria sejak dulu"
Memang nyatanya, secara simbolis ataupun tidak wanita selalu "dibeli" Pria.
(Walau ada juga laki-laki yang "dibeli" wanita.)

Seolah Wanita adalah sebuah barang yang bisa dipakai, disimpan dan dibuang.
Wanita sangat berfungsi sehingga diinginkan oleh Pria.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia,
wanita/wa·ni·ta/ n perempuan dewasa: kaum -- , kaum putri (dewasa);

Seperti memilih hanphone di Mall atau OlShop. Pria melihat wanita dari segi penampilan, terkadang melihat kualitas dan fungsinya dulu. Tergantung selera masing-masing.
Melihat barang yang desainnya keren, mulus, prosesornya uptodate (cantik dan pintar), Pria ingin mencobanya. Setelah suka pada suatu barang yang dia lihat itu, kebanyakan Pria menginginkan barang yang "baru".
Padahal barang yang sudah dia coba akan menjadi barang "bekas" yang sulit "dijual".

Mungkin karena terlalu banyak, membuat barang second ini menjadi barang pasaran yang menarik untuk dibeli. Seperti sebuah handphone. Handphone second selalu laku dan diincar, walah sudah menjadi barang bekas.

Wanita diumpamakan sebagai handphone.
[Lagi-lagi menyamakan manusia dengan barang.]

Banyak handphone baru yang dianggap second atau Kw, karena meningkatnya jumlah handphone second. Handphone baru dianggap sama murahannya seperti handphone second. Padahal cukup sulit menjadi handphone baru dijaman sekarang.

Banyaknya handphone second, seolah membuat handphone baru merasa direndahkan, bahkan tidak laku. Terus tersimpang digudang hingga rusak.

Kasus yang sering terjadi, seperti pelecehan seksual. Terjadi bukan hanya pada perempuan dibawah umur, namun juga wanita dewasa. Seringkali "pakaian" wanita dianggap sebagai pemicu. Korban ikut disalahkan, menjadi aib dan dikucilkan. Seperti pribahasa "sudah jatuh tertimpa tangga".
Padahal nyatanya, tidak selamanya korban adalah pemicu tidakan tersebut. Ada pameran yang mengoleksi pakaian-pakaian wanita saat terjadi pelecehan seksual. Pakaian yang dipamerkan adalah pakaian biasa, yang semua orang biasa kenakan. Kaos dengan celana panjang, bahkan baju anak kecil dengan gambar kuda poni. Korban pelecehan di kereta pun kebanyakan adalah orang yang memakai pakaian tertutup.

Mungkin "Wanita sering dianggap murahan" dan hal ini yang sering aku temui saat ini.

Contoh simplenya. Sebagai seorang wanita, pernahkah ketika berjalan kaki, entah hendak membeli sayur ataua sekedar membeli sesuatu di warung. Kemudian ada bisikan, atau suara-suara setan "Cewe~~~", "Swiittt~~~", atau " Shuuuttt~~ Shuutt~". Keluar dari mulut laki-laki yang entah berada dimana.
Apa Wanita itu merasa dilecehkan???
atau dianggap sebagai hal yang sudah biasa atau wajar?

Aku sebagai Wanita, merasa telah dilecehkan, dikerjain, dan merasa dihina. Kenapa?
Mereka (laki-laki), menimbulkan suara seolah memanggil kita (wanita). Entah dengan tujuan "menggoda", "iseng", atau "sengaja melecehkan". Itu gak sopan. Menurutku.
Apa laki-laki itu berpikir, semua wanita senang dipanggil-panggil seperti itu?
atau mereka berpikir "siapa tau bisa kenalan?" atau "siapa tau suka digodain?"
Sehingga aku merasa, paggilan tanpa tujuan yang jelas itu sebagai "pelecehan".

Ketika mendengar suara sapaan, panggilan, atau tepukan degan automatic prosesing semua orang akan menengok ke sumber suara. Mereka (laki-laki setan itu) mengggap semua wanita suka diperlakukan seperti itu, dan terus mengulanginya.
Justru laki-laki itu terlihat sangat murahan. Dimataku.

Sedikit cerita, baru-baru ini aku terpaksa kenal dengan seseorang laki-laki yang suka melakukan pelecehan dengan memanggil setiap gadis atau wanita yang lewat didepannya. Laki-laki itu berusia sekitar 20tahun, lajang dan sok asik. Selalu berusaha menggoda wanita. Entah siapapun itu.
Gak cuma sekali atau dua kali juga dia melakukannya padaku. Dan aku sangat membencinya.

Mungkin bagi sebagian wanita suka, tapi untuk aku sangat menyebalkan. Bahkan sapaannya saja sangat mengganggu, karena persepsiku dan "halo efek" padanya sudah sangat buruk.
Dan aku terjebak dengan laki-laki itu disatu lingkungan tempat kerja.
Dari awal dkami bertemu dia sudah berkata "Ih ada awewe" dan hampir tiap hari aku merasa dilecehkan olehnya, ketika dia mengeluarkan suara "Swiitt~ switt~~", "Cewee", "Mbaaa" dan selalu mencari perhatian.
"Wangi amat mba, pake parfum apa", "hei cantik" *wtf
Dia sangat sukses membuat saya kesal. Mungkin dia berpikir semua wanita suka dibilang cantik. Tapi, pada kondisi seperti ini, perkataannya aku anggap sebagai suatu cara dia menggoda wanita murahan. Ketika dia melakukannya padaku, aku merasa terhina, karena dianggap wanita murahan

Mungkin laki-laki akan berpikir, "Sombong amat sih nih cewe." Tapi apakah dia tahu kalau perbuatannya itu merendahkan wanita dan melukai harga diri wanita?

Sekedar menyapa lawan jenis sebagai seorang teman atau kenalan tidak perlu melakukannya berlebihan. Jikapun itu hanya bercanda, tidak perlu diulangi hampir setiap hari. Apa lagi melihat orang tidak suka di sapa seperti itu.


Contoh lain, seorang wanita yang tinggal serumah dengan seorang laki-laki yang bukan keluarganya atau pacarnya. Dianggap telah melakukan hubungan badan dengan laki-laki yang tinggal bersamanya.
Padahal aku pikir belum tentu.

Memang aku gak pernah memasang CCTV atau memantau orang-orang tersebut hingga 24jam. Tapi aku memiliki keyakinan, jika mereka memang tidak melanggar norma yang mereka punya. Terkadang karena kondisi mereka harus tinggal bersama. Kebanyakan karena meraka perantauan, yang jika tinggal bersama lebih menghemat biaya, dibanding tinggal terpisah.

Seperti seorang temanku yang aku kenal selama bertahun-tahun. Dia terpaksa tinggal dengan pacarnya dan keluarga pacarnya di kota lain, karena pekerjananya. Banyak yang berpikir negatif tentang temanku itu. "Kenapa gak nikah aja? biar sah"
Menikah atau tidak, itu urusan pribadi masing-masing. Walau aku sebagai sahabatnya, aku tidak punya hak memaksanya menikah, kalau memang dia belum siap.

Bagi kami, menikah itu bukan permaian dan hal yang sepele. Bukan hanya sebuah perjanjian di atas kertas, tapi komitmen seumur hidup. Dan aku percaya dia tidak akan melakukan apa-apa dengan pacaranya sebelum resmi menikah. Karena, jika aku ada di posisi yang sama dengannya, mungkin aku juga tidak akan berbuat seperti itu.

Aku percaya teman-temanku masuk kedalam golongan wanita yang memiliki prinsip dan hargadiri.
Mungkin masyarakat sekarang kebanyakan nonton film barat, sehingga percaya semua orang memiliki prinsip dan pemikiran yang sama seperti orang barat. Yang ketika sudah pacaran bebas melakukan hubungan badan.

Dan banyak teman-temanku sesama wanita, yang memilik prinsip dan harga diri ini yang masih melajang. Entah karena tidak "laku", terlalu pilih-pilih atau trauma.


0 celoteh:

 
©Suzanne Woolcott sw3740 Tema diseñado por: compartidisimo