Selasa, 27 Maret 2018

Dikagumi

Postingan ini bukan untuk narsis atau semacamnya. Bukan juga untuk membalas postingan blog lain mengenai diriku.
Tapi lebih sekedar curhat.
Salah satu alasannya aku males nulis diari, karena menulis lebih melelahkan dibanding mengetik.

Pertama-tama aku mau terimakasih pada orang-orang yang sudah mengaku kagum padaku. Dari dulu hingga sekarang.
"Dikagumi" bukan sekali terjadi dalam hidupku.
Beberapa orang secara sengaja atau tidak yang tahu bagaimana perjalanan hidupku selama ini, diantaranya mengatakan "kagum" padaku.
Entah itu kagum karena aku bisa seperti sekarang, atau kagum karena aku bisa bertahan, atau kagum merasa aku menjadi orang yang baik.
Yah walau ada juga yang mengangap itu "biasa aja", atau ada yang mengatakan "masih mending lo, dari pada gua~" ceritanya hidup dia itu paling menyedihkan.

Sejujurnya aku merasa tersanjung dengan kekaguman mereka. Aku merasa itu suatu hal yang positif. Ada orang-orang yang menyukaiku.
Beberapa diantara mereka berkata "jika aku jadi kamu sih aku gak bakal kuat" dan lainnya.
Aku juga gak tahu apa yang membuat aku kuat hingga saat ini. Berdiri disini sendiri.
Tapi kata-kata itu cukup menghiburku. Seperti sebuah prestasi yang aku dapatkan.

Dibanding dikagumi, sebenarnya aku lebih ingin mengagumi.
Semoga suatu hari aku menemukan dan memiliki laki-laki yang aku kagumi.

Bisa melewati kehidupan yang keras, kadang memberikan efek juga pada pandanganku pada orang disekitar. Kadang aku kurang merasa empati pada apa yang dialami orang lain. Padahal mungkin saja yang mereka alami itu serupa atau bahkan lebih menyedihkan dari perjalanan hidupku sendiri.
Kadang perasaan membandingkan diri sendiri dan orang lain itu terus bekerja.
"Ah masalah itu aja sampe segitunya, seharusnya dia bersyukur masih punya keluarga yang begitu"
"emang dasarnya aja manja, baru capek sedikit sakit, kerja sedikit sakit. Aku sakit aja gak ada yang peduli"
Dan terkadang aku berpikir kalau aku tidak sebaik itu untuk dikagumi. Aku memiliki banyak kelemahan dan keburukan, cuma mereka gak tahu aja.

Kadang pula aku berpikir, mereka kagum padaku karena hanya melihat sisi baikku saja. Aku jadi takut ketika melihat sisi jelekku, mereka tidak kagum lagi atau malah menjauhiku.Kadang aku jadi bingung harus bersikap bagaimana.
Padahal apa yang mereka kagumi dariku, bukan berati mambuat diriku harus terus dikagumi.

Sekarang ini aku hanya bersikap sesuai pada kondisi dan tempatku. Terkadang aku ingin juga egois, dan itu aku lakukan.
Selalu ingin di nilai baik dan positif itu memang suatu kebutuhan menurut Maslow [hirarki kebutuhan]. Tapi ketika dianggap baik, aku merasa seperti sedang berbohong. Dalam hati aku berteriak "Aku gak sebaik itu kok, semua orang juga bisa kaya gitu" [kalau mau] Terkadang aku pun jadi bersikap kejam atau jahil pada teman-temanku.
Karena terlalu baik itu sepertinya suatu hal yang aneh, atau suatu hal yang membuat aku terlihat bodoh. [polos atau bodoh itu beda tipis kayanya]

Ada juga orang yang kagum dengan sikap beraniku. Emang aku juga bingung sih, kenapa aku kadang terlalu beranib[nekat]. Mungkin karena aku lelah untuk takut.
Semasa kecil banyak hal yang aku takutkan. Takut untuk menangis karena papaku gak suka, takut ngomong sama orang yang gak dikenal, takut sama papaku, takut gak dimusuhin, dan lainnya.
Aku inget satu kejadian. Saat papaku suruh aku mendaftar ke rumah sakit atau puskemas. Aku takut untuk bicara pada orang asing, walaupun itu petugas, tapi aku lebih takut pada papaku. Jadi aku melawan ketakutanku pada orang asing karena lebih takut pada papaku.
Intinya aku melawan takutku karena ketakutanku yang lebih besar.

hal itu terus berlanjut hingga suatu hari, aku harus menangkap anjing-anjingku untuk diberikan pada orang yang gak aku kenal. Padahal aku begitu sayang pada mereka. [setiap mengingat hal ini membuatku sedih] Karena aku takut papa aku menuruti semua perintahnya. Kemudian aku menyesal dan melawan. Untuk pertama kalinya aku tidak patuh pada papaku, karena aku merasa sedih harus kehilangan.[kehilangan satu-satunya temanku saat itu, teman yang setia menemaniku dirumah] Aku mengunci pintu kamar dan menangis. "Seharusnya aku tidak bersembunyi, seharusnya aku melawan." hingga saat ini, aku merasa menyesal tidak melawan papaku lebih awal. Aku menyesal karena tidak berani mengungkapkan pendapat dan keinginanku. Aku menyesal tidak bisa menahan orang-orang itu mengambil anjingku. Aku merasa menjadi penghianat sejati. Jika waktu bisa diputar, aku ingin kembali kemasa itu. Apapun resiko yang harus aku ambil, aku harus melawan.

Mungkin karena hal-hal ini aku menjadi lebih berani. Berani melewati hidupku yang gelap, berani melawan rasa takutku.
Aku seperti dibentuk menjadi sebuah batu. Batu yang keras untuk melawan dan bertahan hidup.
Atau seperti kepiting yang memiliki cangkang yang keras, dan siap menyapit siapapun yang ingin menyerang.
Mungkin karena hal itu juga, aku ingin melindungi orang-orang yang tidak berdaya. Padahal aku sendiri sepertinya tidak bisa apa-apa.
Aku takut menyesal dan kehilangan lagi.

Aku rasa mungkin jika orang lain mengalami hal ini, akan menjadi seperti diriku yang sekarang. Mungkin kehidupan mereka terlalu santai aja, jadi ngerasa aku terlalu kuat.
Aku hanya beradaptasi, dan belajar untuk bertahan.
Kayanya aku merasa berlum terlalu sukses untuk dikagumi.

Semoga suatu hati aku bisa mengagumi seseorang seperti orang lain mengagumi diriku.

nb: postingan omong kosong


0 celoteh:

 
©Suzanne Woolcott sw3740 Tema diseñado por: compartidisimo